MATARAM – Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram), Syamsul Hidayat, SH. MH membeberkan beberapa pasal-pasal yang diduga dilanggar oleh para mentor-mentor bisnis online Future E-Commerce (FEC) Shopping Indonesia. Bahkan, pasal-pasal tersebut bisa diterapkan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam mengambil tindakan tegas.
Misalnya, pasal 378 KUHP yakni barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Baca juga : Ribuan Mentor FEC Layak Dijadikan Tersangka
“Mentor ini diduga melakukan penipuan secara offline. Dan jeratan hukumnya sudah diatur dalam KUHP. Rangkaian kebohongan yang dilakukan mentor, mereka mengarahkan member membeli toko. Padahal tidak ada toko yang harus dibeli,” terangnya.
Disisi lain, jika mentor-mentor tersebut melakukan promosi FEC melalui website, YouTube dan media sosial, tentu saja mereka bisa dijerat dengan pasal 28 ayat (1) UU ITE nomor 11 tahun 2008 junto UU nomor 11 tahun 2016.
Dimana, UU tersebut menjelaskan jika setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Baca juga : PWNU NTB Ajak Masyarakat Waspadai Bahaya Investasi Bodong
“Pasal ini merupakan lex specialis dari pasal 378 KUHP. Disana ada unsur kebohongan yang harus menjadi fokus perhatian APH,” sebutnya.
Selain menerapkan pasal itu, untuk menjerat para mentor, bisa saja pasal itu di-junto-kan lagi dengan pasal 56 yang disertakan juga dengan pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Ini dilakukan mengingat yang melakukan tindak pidana lebih dari satu orang.
“Ini juga bisa diterapkan. Karena mentor FEC ini lebih dari satu orang, yakni sekitar tiga ribu orang mentor,” ujarnya.
Baca juga : Management FEC Lombok Diduga Catut Nama Bupati Loteng
Tidak hanya itu, APH juga perlu mendalami izin perdagangannya. Kejadian ini ada irisannya dengan UU perdagangan juga. Nantinya, APH bisa menentukan siapa pelaku utama yang ada di pusat. Artinya, jika betul ada usaha toko dan mereka melaksanakan usaha perdagangan dengan skema ponzi, maka ada ancaman pidana di UU perdagangan.
“Di UU Perdagangan itu dilarang menggunakan skema piramida. Kalau menggunakan skema itu, maka jelas ada ancaman pidananya,” pungkasnya. (red)