Fraksi PKS Berharap Pembahasan APBD 2026 Perkuat Pelayanan Dasar Masyarakat

LOMBOK TENGAH – Fraksi PKS Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabuapten Lombok Tengah (Loteng) telah mencermati secara mendalam penjelasan wakil bupati mengenai Nota Keuangan dan Ranperda APBD tahun anggaran 2026. Dari keseluruhan penjelasan tersebut, PKS memandang bahwa APBD tahun ini disusun dalam konteks fiskal yang cukup menantang, terutama akibat penurunan signifikan terhadap alokasi transfer ke daerah.

Juru bicara fraksi PKS, Ahmad Rifai mengatakan, pemerintah daerah memang memandang situasi ini sebagai momentum untuk memperkuat kemandirian fiskal daerah. Namun demikian, Pihaknya menilai bahwa gagasan tersebut belum diikuti oleh strategi yang komprehensif, terukur dan berbasis data yang dapat menjamin peningkatan kemandirian fiskal secara nyata.

“Struktur pendapatan daerah menunjukkan bahwa lebih dari 77 persen pendapatan daerah masih bersumber dari pemerintah pusat, sedangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) baru berkontribusi sekitar 21 persen. Ketergantungan fiskal yang tinggi ini menjadi tantangan serius untuk bergerak menuju daerah dengan kemandirian pembiayaan yang kuat,” kata Ahmad Rifai, Senin (18/11/2025).

Dijelaskannya, adapun target PAD sebesar 531,7 miliar belum sepenuhnya disertai strategi peningkatan pendapatan yang inovatif dan berbasis potensi riil, sehingga berisiko menjadi target administratif semata. Kontribusi retribusi daerah yang hanya berkisar empat persen terhadap PAD menandakan bahwa sektor-sektor vital seperti pasar, perparkiran, pariwisata, pemanfaatan aset daerah, hingga sektor jasa layanan publik, belum tergarap secara optimal. Bahkan sektor pariwisata yang semestinya menjadi lokomotif pendapatan mengingat keberadaan KEK Mandalika belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PAD.

“Upaya peningkatan PAD yang disampaikan dalam nota keuangan pun masih bersifat normatif, seperti intensifikasi dan ekstensifikasi pajak, pembaruan data wajib pajak, dan digitalisasi layanan. Tanpa adanya audit potensi PAD, kajian risiko fiskal, serta integrasi digital lintas OPD, strategi sulit menghasilkan perubahan yang substantive,” tegasnya.

Pada sisi belanja daerah, pihaknya mencatat bahwa APBD 2026 direncanakan sebesar Rp 2,462 triliun. Namun struktur belanja menunjukkan persoalan mendasar yang harus mendapatkan perhatian serius. Belanja operasi yang mencapai lebih dari 82 persen dan didominasi oleh belanja pegawai sebesar Rp 1,321 triliun menunjukkan bahwa struktur APBD masih tersandera oleh belanja wajib dan mengikat.

“Kondisi ini mempersempit ruang fiskal bagi pemerintah untuk memperkuat pelayanan dasar, pembangunan infrastruktur, dan program-program strategis untuk kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Belanja modal yang hanya mencapai Rp 101,6 miliar atau 4,1 persen dari total belanja adalah angka yang sangat rendah dan jauh dari proporsi ideal yang semestinya berada pada kisaran 20 hingga 30 persen. Minimnya belanja modal ini bukan hanya indikasi lemahnya fokus pembangunan, tetapi juga sinyal bahwa kebutuhan infrastruktur dasar, fasilitas pendidikan, kesehatan, sanitasi, air bersih, serta pengembangan perekonomian masyarakat tidak mendapatkan perhatian memadai.

Pada sektor pendidikan dan kesehatan, meskipun alokasi anggaran masing-masing mencapai 906,9 miliar dan 568,7 miliar, namun porsi terbesarnya masih terserap pada belanja pegawai dan operasional rutin. Belanja modal pada dua sektor strategis ini sangat terbatas sehingga sulit diharapkan adanya peningkatan signifikan terhadap kualitas sarana prasarana pendidikan maupun fasilitas layanan kesehatan. Padahal perbaikan kualitas SDM tidak mungkin dicapai jika aspek infrastruktur, sarana belajar, fasilitas kesehatan, dan layanan publik tidak diperkuat secara simultan.

Demikian pula urusan pertanian yang meskipun memperoleh alokasi Rp 65,8 miliar, masih perlu dicermati proporsi belanja modalnya agar benar-benar memberikan dampak langsung terhadap produktivitas petani. Lombok Tengah membutuhkan arah pembangunan yang lebih progresif, lebih terstruktur, dan lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

“Kami berharap pembahasan APBD 2026 ini dapat menghasilkan keputusan yang memperkuat pelayanan dasar masyarakat, memperluas akses pembangunan hingga ke tingkat desa dan dusun, memperbesar belanja modal untuk pembangunan jangka panjang, meningkatkan PAD melalui strategi inovatif yang berbasis potensi riil, serta meletakkan fondasi pembangunan yang lebih mandiri, berdaya saing, sejahtera dan harmonis,” pungkasnya. |df

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *