LOMBOK TENGAH – Fraksi Nasdem Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabuapten Lombok Tengah (Loteng) menyoroti besaran dana hibah yang dianggarkan Pemerintah Daerah (Pemda) sebesar Rp. 19 miliar. Hal itu disampaikan melalui rapat paripurna dengan agenda pemandangan umum fraksi terhadap Nota Keuangan dan Ranperda APBD tahun anggaran 2026. Hal itu disampaikan melalui rapat paripurna yang berlangsung di ruang sidang utama, Selasa (18/11/2025).
Juru bicara fraksi Nasdem, Murdani mengatakan, di tengah pengurangan dana transfer oleh pemerintah pusat, Pemda telah menganggarkan dana hibbah sebesar Rp 19 Miliar. Pihaknya menghargai niat baik pemerintah yang tentu pula membuat perencanaan hibbah dengan semangat untuk mendorong pembangunan daerah maupun ekonomi masyarakat.
“Tapi sebagai sebuah penggunaan anggaran, kita merasa perlu untuk mendapatkan informasi penjelasan mengenai rencana alokasi hibbah itu akan menyasar kemana saja. Ini menjadi penting mengingat jumlahnya yang cukup besar, dan tentu perlu untuk diketahui bersama secara jelas,” tegas Murdani.
Dikatakannya, kebijakan pemerintah pusat yang mengurangi dana transfernya ke daerah tentu berimbas kepada banyak hal, terutama yang terkait dengan program-program kerja pemerintah daerah yang sudah direncanakan sebelumnya. Loteng menjadi daerah yang karena kebijakan tersebut memaksa untuk berhitung ulang, namun dalam pidato wakil bupati saat penyampaian Nota Keuangan dan Ranperda APBD 2026 beberapa hari lalu, pihaknya menangkap sebuah rasa optimisme yang kuat ketika disebutkan bahwa Pemda Loteng akan menjadikan kebijakan pemerintah pusat tersebut sebagai sebuah momentum strategis melakukan transformasi mengubah ketergantungan menjadi kemandirian fiskal daerah yang lebih kuat.
“Tentu kami sangat mendukung optimisme itu dengan berusaha juga sesuai tugas dan fungsi kami untuk memberikan masukan-masukan, pandangan-pandangan, serta melakukan pengawasan yang baik terhadap kerja dan upaya usaha pemerintah untuk membentuk kemandirian fiskal kita secara kuat,” tegasnya.
Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu disampaikan sebagai masukan dan juga untuk mendapat tanggapan dari Pemda Loteng. Menurutnya, salah satu tolok ukur keberhasilan pemerintah adalah terkelola dengan baiknya potensi-potensi PAD diwilayahnya. Dalam salah satu penyampaian pemerintah telah disebutkan bahwa ada 2 (dua) strategi penyampaian PAD yakni intensifikasi dan ekstensifikasi. Dari kedua strategi tersebut, pihaknya belum menemukan dan mendapatkan penjelasan tentang bagaimana turunan aksi dan rencana aksi dari strategi tersebut.
Untuk diketahui, dalam rencana kerja 2026 pihaknya belum mendapat gambaran, mana saja internal yang bermasalah pada SDM yang masih belum memadai. Seperti Bapenda, contohnya alat Smart Tax yang ada belum berjalan maksimal sebagai alat digitalisasi pajak dan belum menjangkau semua wajib pajak.
“Kami kemudian menjadi bertanya, akan sampai kapan OPD yang menangani pajak dan retribusi ini “self assesment”?. Kami ingin para pihak yang menangani secara langsung pajak dan retribusi ini untuk lebih terbuka. Silahkan di jabarkan dan di jelaskan?,” pintanya.
Selain itu, dalam hal kemandirian fiskal, maka tentu saja PAD harus di genjot semaksimal mungkin, salah satunya yang bersumber dari BUMD. Oleh sebab itu menjadi penting untuk meminta PDAM melakukan optimalisasi PAD dari pengelolaan air bersih, khususnya dari SPAM Mandalika yang telah diserahkan oleh Kementrian PU ke Pemda. Selain itu juga terkait dengan sumber daya air, yakni pemerintah perlu untuk mendata usaha-usaha atau bisnis yang menggunakan air tanah untuk menjalankan kewajiban pajak atau retribusinya penggunaanya.
“Sektor air tanah kami lihat belum pernah tersentuh selama ini, padahal potensi pemasukannya cukup besar,” ujarnya.
Kemudian, terhadap aset Pemda di kawasan ITDC yang belum diselesaikan sampai dengan saat ini, agar dapat segera diambil langkah-langkah konkrit sehingga kedepan dapat dimaksimalkan juga untuk meningkatkan PAD. Pun hal yang sama juga terjadi pada barang milik daerah yang sampai saat ini pihaknya belum mendapatkan data secara menyeluruh. Barang apa saja yang dimiliki, bagaimana mengelolanya, diam atau bergerak, berapa proyeksi keuntungan pengelolaan secara berkala.
“Terkait itu, kita di parlemen masih miskin informasi. Silahkan pemerintah untuk menyampaikan apa kendalanya?,” pintanya.
Dijelaskannya, sejauh ini pemerintah masih belum serius dalam mengurus pajak dan retribusi dari pasar maupun parkir pasar karena pencapaian pendapatan dalam beberapa tahun terakhir yang masih jauh dari target. Pasar-pasar yang di bangun dari hutang hingga saat ini belum bisa memberikan PAD yang signifikan. Selain itu pajak PBB yang tertunggak/piutang hingga mencapai Rp 87 miliar realisasinya masih cukup jauh. Pihaknya berharap untuk hal-hal seperti ini pemerintah bisa lebih kuat mengupayakan secara serius, sehingga tidak terkesan pemerintah hanya mengurus perihal yang mudah-mudah saja.
“Ada anggapan, pemerintah bisa membangun tapi kurang bisa memelihara. Selama ini sekian banyak pembangunan, bahkan cicilan hutangnya masih kita bayar, tidak mendapatkan perawatan yang konsisten dan rutin. Pendapat kami, perlu untuk menjadi perhatian terhadap pola perawatan agar infrastruktur kita bisa berdaya guna untuk jangka yang lama. Selain itu pada poin ini kami juga mempertanyakan tentang bagaimana eksekutif melakukan mekanisme pengawasan program-programnya,” pungkasnya. |df

