LOMBOK TENGAH – Komisi III DPRD Lombok Tengah (Loteng) melalukan monev ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perumdam Tirta Ardhia Rinjani. Dalam agenda tersebut, Komisi III DPRD menyampaikan beberapa persoalan, mulai dari pelayanan sampai dengan penyertaan modal dari pemerintah daerah.
Ketua Komisi III DPRD Loteng, Muhalip mengatakan, terkait dengan pelayanan PDAM, pihaknya membeberkan jika banyak keluhan dari masyarakat soal kualitas air. Bahkan, masyarakat mengeluhkan jika tidak adanya air yang keluar namun meternya tetap muter.
“Dan dari petugas menghitung meter bukan air. Hal ini juga terjadi di rumah saya, tagihannya satu bulan bisa mencapai 1 juta lebih,” keluhnya.
Bahkan, pada saat melakukan monev, ia menjelaskan bahwa Loteng tidak kekurangan sumber mata air, akan tetapi belum menemukan langkah strategis untuk melakukan pengelolaan.
“Sumber mata air bukan kurang, tapi kita belum temukan langkah untuk memanfaatkan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Perumdam merupakan instansi BUMD yang vital bagi masyarakat, maka perlu dilakukan pengecekan sampai dimana dan apa yang akan dilakukan, supaya keluhan masyarakat bisa diatasi.
“Dari sejak berdirinya PerumdamTirta Ardhia Rinjani ini, PDAM sudah mendapatkan penyertaan modal sebanyak Rp. 87 miliar,” ungkapnya.
Sementara itu, anggota Komisi III, Ki Agus Azhar mempertanyakan penyertaan modal sebesar Rp. 87 miliar itu bentuknya seperti apa, apakah berbentuk kantor atau lainnya.
“Ini perlu kami tau, biar kami tau dan bisa menjawab pertanyaan dari masyarakat,” tegasnya.
Ditempat yang sama, Dirut PerumdamTirta Ardhia Rinjani, Bambang Supraptomo memaparkan, Perumdam saat ini sudah menerima surat dari BPKAD terkait permintaan deviden. Menurutnya, sesuai Perda tahun 2020, Perumdam harus setorkan deviden maksimal 50 persen dari laba bersih, sehingga atas dasar itu pihaknya bisa melihat sejauh mana kemampuannya memberikan deviden.
Bambang memaparkan, sejak tahun 2016 Perumdam Tirta Ardhia Rinjani tidak pernah lagi mendapat support dana dari pemerintah daerah. Namun, biaya operasional dan lainnya murni dilakukan secara mandiri dari hasil Perumdam.
Sejak 2020, status Perumdam berubah menjadi kategori sehat, beda dari Perumdam yang dulu, yang berdasarkan audit BPKP dan KAP dan membuahkan hasil Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Kendari demikian, belakangan ini pelayanan terganggu akibat kemarau yang berkepanjangan, karena sumber mata air bergantung pada kondisi alam.
“Pelayanan air yang diberikan kepada masyarakat saat ini, bersumber dari mata air yang ada di Batukliang Utara, seperti sumber mata air Aik Bone, Aik Bukak, Tibu Namplok. Ada juga yang ada di Lantan, seperti Tibu Lempanas dan sumber mata air Sesere di Aik Berik,” pungkasnya. |df