LOMBOK TENGAH – Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Tengah (Loteng) sejauh ini telah menerima laporan terkait tingginya angka putus sekolah di daerah ini. Di mana, angka tertinggi di Kecamatan Pujut. Hal itu disampaikan Sekertaris Daerah (Sekda) Loteng, HL. Firman Wijaya saat dihubungi media belum lama ini.
“Kami sudah mendapatkan laporan itu. Jadi penting hasil penelitian dilakukan validasi lebih lanjut untuk memastikan kebenarannya,” kata Firman Wijaya.
Dijelaskannya, dari hasil Penelitian dan Pengembangan (Litbang), anak-anak yang putus sekolah itu lebih memilih bekerja mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari.
“Anak-anak yang seharusnya berada di bangku sekolah justru terpaksa bekerja, sementara tanggung jawab untuk menghidupi keluarga seharusnya ada pada orang tua,” jelasnya.
Ia menyampaikan keprihatinannya atas fenomena lain yang ditemukan di lapangan, seperti anak-anak yang terlihat berada di cafe-cafe pada malam hari, menunggu minuman dari orang dewasa.
“Ini sangat mengkhawatirkan, terutama untuk anak-anak usia SMP ke bawah. Saya mendapat informasi ini dan kita perlu melakukan pengecekan lebih lanjut,” ujarnya.
Terkait dengan distribusi anak yang tidak bersekolah, ia menyebutkan bahwa data tersebut tersebar di 12 kecamatan, dengan jumlah terbanyak berada di Kecamatan Pujut. Di mana, daerah ini menjadi wilayah dengan konsentrasi tinggi anak-anak yang tidak bersekolah.
Pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), Kementerian Agama (Kemenag), serta stakeholder terkait lainnya untuk menangani masalah ini.
“Kami akan diskusikan lebih lanjut dengan semua pihak, agar dapat menemukan solusi terbaik,” tegasnya.
Untuk mengatasi masalah ini, pihaknya menginstruksikan agar OPD terkait, termasuk Dinas Pariwisata untuk melakukan pendekatan langsung kepada orang tua, terutama yang tinggal di KEK Mandalika dan lingkar bandara.
“Penting bagi orang tua untuk menyadari jika mendidik anak adalah tanggung jawab mereka. Anak-anak harus bisa bersekolah dan bermain sesuai dengan usia mereka,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Loteng, HL. Sarjana mengaku prihatin atas kondisi dunia pendidikan saat ini. Terlebih, angka anak putus sekolah mencapai 15.000 siswa untuk tingkat SD/SMP.
“Ini harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah, apalagi pusat sudah menginstruksikan untuk mengarahkan anggaran 40 persen untuk pendidikan dan 20 persen untuk kesehatan,” pungkasnya. |df