Hakim Minta Inspektorat Loteng Hitung Ulang Kerugian Negara Kasus BLUD Praya

MATARAM – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram meminta Inspektorat Lombok Tengah (Loteng) menghitung ulang kerugian negara yang timbul pada dugaan kasus penyalahgunaan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Praya.

Hal itu dilakukan karena pihak Inspektorat Loteng tidak memasukkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada hasil audit penghitungan kerugian negara tersebut. Keterangan itu muncul saat PN Mataram menghadirkan saksi ahli Inspektorat Loteng pada sidang lanjutan kasus BLUD RSUD Praya, Senin 29 Mei 2023 kemarin.

Demikian diungkapkan Panasehat Hukum (PH) mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSUD Praya Adi Sasmita, Lalu Anton Hariawan, SH. MH, Selasa 30 Mei 2023.

Dikatakannya, alasan pihak Inspektorat Loteng tidak memasukkan PPN tersebut karena berpengaruh terhadap hasil penghitungan. Artinya jika dimasukkan, maka kerugian yang ditimbulkan bisa lebih tinggi atau lebih rendah.

“Atas dasar itulah, anggota majelis hakim meminta Inspektorat untuk menghitung ulang kerugian itu, agar hasilnya lebih jelas,” kata Anton.

Sementara keterangan yang disampaikan saksi ahli dari LKPP terkait pengadaan barang dan jasa kontradiktif (berlawanan) dengan yang disampaikan saksi ahli Inspektorat Loteng. Menurut saksi ahli dari LKPP, pengadaan barang dan jasa di BLUD Praya diatur tersendiri, bukan mengacu pada Perbup nomor 53 tahun 2016 yang dikeluarkan bupati.

Disatu sisi, saksi ahli Inspektorat Loteng menyatakan jika Perbup nomor 53 tahun 2016 menjadi acuan pengadaan barang dan jasa di BLUD RSUD Praya.

Lalu Anton kembali mempertegas saksi ahli dari LKPP apakah Perbup nomor 53 tahun 2016 yang dikeluarkan bupati tersebut menjadi acuan pengadaan barang dan jasa ?, saksi menjawab bukan. Sebab bukan bupati yang harus mengeluarkan peraturan, melainkan pimpinan BLUD (dr. Muzakir Langkir_red).

“Keterangan itu muncul saat kami cecar terkait isi BAP no 9,” ujarnya.

Majelis hakim juga menayangkan kepada saksi, apakah yang bersangkutan pernah membaca dan mempelajari Permendagri nomor 79 tentang BLUD ?, saksi menjawab belum. Sebab saksi ahli LKPP hadir khusus untuk pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari APBD/APBN.

Ia juga menambahkan, Direktur PT. Aneka Kalibrasi mengaku tidak mengenal mantan PPK (Adi Sasmita _red). Dirinya juga tidak mengetahui dengan siapa melakukan negosiasi harga.

Pada sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga orang saksi, diantaranya Direktur PT. Aneka Kalibrasi selaku rekanan, saksi ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan saksi ahli dari Inspektorat Loteng. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *